Sabtu, 12 Januari 2013


BAB I

PENDAHULUAN



A. Latar Belakang

Proses menua (aging) merupakan suatu perubahan progresif pada organisme yang telah mencapai kematangan, interinsik dan bersifat irreversible serta menunjukkan adanya kemunduran sejalan dengan waktu. Proses alami yang disertai dengan adanya penurunan kondisi fisik, psikologis maupun sosial akan saling berinteraksi satu sama lain. Proses menua yang terjadi pada lansia secara linear dapat digambarkan melalui empat tahap yaitu kelemahan (impairment), keterbatasan fungsional (functional limitations), ketidakmampuan (disability) dan keterhambatan (handicap) yang akan dialami bersamaan dengan proses kemunduran (Bondan P, 2006).
 
Penuaan adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki/mengganti diri serta mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Constantinides, 1994 dalam Darmojo, 2006).

Saat ini, di seluruh dunia jumlah lanjut usia diperkirakan ada 500 juta dengan usia rata-rata 60 tahun dan diperkirakan pada tahun 2025 akan mencapai 1,2 miliyar (Nugroho, 2000).

Di Indonesia akan mengalami peningkatan jumlah penduduk usia lanjut secara dramatis. Berdasarkan data Biro Pusat Statistik (BPS) tahun 2005 mencatat jumlah penduduk lanjut usia di Indonesia, terdapat 18.283.107 penduduk lanjut usia. Jumlah ini akan melonjak hingga kurang lebih 33 juta jiwa orang lanjut usia (12 % dari total penduduk), Bahkan pada tahun 2020-2025, diperkirakan Indonesia akan menduduki peringkat negara dengan struktur dan jumlah penduduk lanjut usia setelah RRC, India, dan Amerika Serikat, dengan umur harapan hidup diatas 70 tahun (Nugroho, 2008).

Di NTB pada pada tahun 2008 jumlah penduduk lansia mencapai 126.736 jiwa, dan pada tahun 2009 terjadi peningkatan mencapai 280.938 jiwa dari jumlah total penduduk NTB yang berjumlah 4.434.012 jiwa (BPS NTB, 2010).

Di Panti Sosial Tresna Werdha “Puspakarma” Mataram jumlah kelayan lansia pada tahun 2009 sebanyak 90 orang dan tahun 2010 jumlah kelayan lansia 85 orang yang berumur rata-rata 60-90 tahun. Dari fakta didapatkan bahwa lansia yang mengalami nyeri arthritis rheumatoid di Panti Sosial Tresna Werdha ”Puspakarma” Mataram sampai pada bulan September 2010 berjumlah 20 orang (Data PSTW Mataram, 2009).

Seiring dengan meningkatnya umur harapan hidup lanjut usia, tidak jarang lansia terkena permasalahan karena adanya proses menua. Secara individu, pada usia di atas 55 tahun terjadi proses penuaan secara alamiah salah satu masalah yang sering terjadi abibat proses menua adalah arthritis rheumatoid (Nugroho, 2008).

Dari distribusi pasien menurut jenis penyakit berdasarkan pemberitahuan dokter/petugas kesehatan menurut jenis kelamin (1998) yang dikutip dalam Nugroho (2000), menemukan penyakit yang terbanyak yang pernah diderita lansia yaitu arthritis rheumatoid (35.3%) artinya lansia yang mengalami nyeri sendi sebesar 35.3% dan paling banyak dialami oleh wanita (37,5%) dibandingkan pria (29.8%) kemudian Hipertensi (33.1%) dimana wanita (33.7%) lebih banyak dibandingkan pria (31.7%).

Arthritis rheumatoid adalah suatu penyakit sistemik yang bersifat progresif yang cenderung untuk menjadi kronis dan mengenai sendi dan jaringan lunak. Arhtritis rheumatoid adalah suatu penyakit autoimun dimana persendian (biasanya sendi tangan dan kaki) secara simetris mengalami peradangan sehingga terjadi pembengkakan, nyeri dan akhirnya menyebabkan kerusakan bagian dalam sendi. Karakteristik arthritis rheumatoid adalah radang cairan sendi yang persisten, kerusakan sendi sudah mulai terjadi pada 6 bulan pertama terserang penyakit ini, dan cacat bisa terjadi setelah 2-3 tahun bila penyakit tidak diobati (Pogalad, 2010).

Nyeri merupakan gejala yang paling menonjol dan merupakan alasan yang paling sering bagi seorang penderita arthritis reumatoid untuk mencari pertolongan dokter (Koopman, 1997). Adanya nyeri arthritis rheumatoid membuat penderitanya seringkali takut untuk bergerak sehingga mengganggu aktifitas sehari-harinya dan dapat menurunkan produktivitasnya. Menurut Soewito (2009) menyatakan bahwa salah satu terapi nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri arthritis rheumatoid adalah terapi refleksologi.

Terapi refleksologi adalah bentuk pengobatan tanpa menggunakan obat dengan menekan secara cermat tempat-tempat khusus di permukaan tubuh, biasanya pada telapak kaki atau telapak tangan, dengan maksud untuk memberi pengaruh yang sesuai pada organ-organ yang ada di dalam tubuh, dan refleksologi juga dapat didefinisikan sebagai ilmu yang meransang titik-titik (biasanya pada telapak kaki atau telapak tangan) yang mempunyai kesesuaian atau hubungan dengan organ-organ di dalam tubuh (Gala, 2009).

Refleksologi adalah cara penyembuhan non medis, yang kini telah banyak dipraktekkan, dengan hasil yang sangat menakjubkan. Karena tanpa menggunakan obat, injeksi ataupun operasi, refleksologi mampu menyembuhkan berbagai macam penyakit. Cara penyembuhannya sangat sederhana, mudah dipraktekkan oleh para pria dan wanita, tanpa membedakan usia serta latar belakang pendidikannya (Soewito, 2009).

Berdasarkan latar belakang di atas, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh pemberian terapi refleksologi terhadap penurunan intensitas nyeri arthritis rheumatoid pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha "Puspakarma" Mataram.



B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada pengaruh pemberian terapi refleksologi terhadap penurunan intensitas nyeri arthritis rheumatoid pada lansia di Panti Sosial Tresna Wherda “Puspakarma” Mataram?



C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Tujuan umum

Untuk mengetahui pengaruh pemberian terapi refleksologi terhadap penurunan intensitas nyeri arthritis rheumatoid pada lansia di Panti Sosial Tresna Wherda “Puspakarma” Mataram.

2. Tujuan khusus

a. Untuk mengidentifikasi intensitas nyeri arthritis rheumatoid pada lansia sebelum diberikan terapi refleksologi.

b. Untuk mengidentifikasi intensitas nyeri arthritis rheumatoid pada pada lansia setelah diberikan terapi refleksologi.

c. Untuk menganalisa pengaruh pemberian terapi refleksologi terhadap penurunan intensitas nyeri arthritis rheumatoid pada lansia di Panti Sosial Tresna Wherda “Puspakarma” Mataram.



D. Manfaat Penelitian

1. Secara Teoritis

a. Menambah khasanah ilmu keperawatan terutama pada mata kuliah keperawatan gerontik, khususnya mengenai pengaruh pemberian terapi refleksologi terhadap penurunan intensitas nyeri arthritis rheumatoid.

b. Memberikan keuntungan terhadap efisiensi terapi nonfarmakologi untuk menanggulangi nyeri, khususnya terapi refleksologi.

2. Secara Praktis

a. Bagi Peneliti

Dapat melaksanakan salah satu Tri Darma Perguruan Tinggi yaitu penelitian.

b. Bagi Responden

Diharapkan penelitian ini dapat dijadikan acuan bagi lansia supaya menggunakan terapi refleksologi untuk mengurangi keluhan nyeri arthritis rheumatoid.

c. Bagi Panti Sosial Tresna Werda ”Puspakarma” Mataram.

Sebagai bahan masukan dalam memberikan pelayanan kepada lansia, khususnya tindakan keperawatan nonfarmakologis dalam menangani masalah nyeri pada lansia yang mengalami nyeri arthritis rheumatoid.

d. Bagi Institusi

Sebagai penyempurnaan kurikulum dan penambahan literatur dalam pendidikan keperawatan gerontik.

e. Bagi Peneliti lain

Sebagai data awal yang dapat digunakan untuk mengembangkan penelitian-penelitian selanjutnya.



E. Keaslian Penelitian

Penelitian terkait sebelumnya telah dilakukan oleh Ni Putu Sumartini, (2008), Dengan judul “Pengaruh Stimulasi Kutaneus: Slow-Stroke Back Massage Terhadap Intensitas Nyeri Osteoartritis Pada Lansia Di Panti Werdha Griya Asih Lawang”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian stimulasi kutaneus: slow-stroke back massage terhadap intensitas nyeri osteoartritis. Desain penelitian yang digunakan adalah pra eksperimental dengan pendekatan one group pre test-post test. Subyek yang digunakan dalam penelitian ini lansia yang berusia 55 tahun ke atas di Panti Werdha Griya Asih Lawang Malang, didapatkan subyek penelitian sebanyak 10 orang yang ditentukan dengan tehnik purposive sampling. Penelitian dilaksanakan mulai tanggal 15 Desember 2007 sampai 5 Januari 2008. Tehnik pengumpulan data menggunakan metode wawancara dan observasi. Berdasarkan uji statistik Wilcoxon Signed Rank Test dengan α = 0,05 didapatkan p value < α (0,011 < 0,05), Dari hasil penelitian dapat disimpilkan bahwa pemberian stimulasi kutaneus: slow-stroke back massage mempunyai pengaruh terhadap intensitas nyeri osteoartritis pada lansia di Panti Werdha Griya Asih Lawang Malang.

Penelitian terdahulu dengan penelitian sekarang sama-sama menggunakan rancangan penelitian yaitu pra eksperimen dengan pendekatan “one-group pre-test and post-test design”. Perbedaannya, penelitian terdahulu menggunakan sampel penelitian sebanyak 10 orang yang ditentukan dengan tehnik purposive sampling dan analisa data menggunakan wilxocon signed rank test, sedangkan penelitian sekarang menggunakan teknik total sampling dengan sampel sebanyak 20 orang. Peneliti ingin meneliti ada tidaknya pengaruh terapi refleksologi terhadap penurunan intensitas nyeri arthritis rheumatoid pada lansia di Panti Sosial Tresna Wherda “Puspakarma” Mataram. Analisa data yang digunakan yaitu uji t-test pada taraf signifikan 5%.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar